Macapat, Bagaimana Keindahan Musik Jawa Bersatu dengan Lirikalitas yang Penuh Makna

Bicara tentang musik Nusantara, tidak akan ada habisnya buat diulik lebih jauh, Nusantara kaya akan budaya terutama musik2 indah yang saya rasa tidak kalah elok dengan musik modern seperti yang sudah sering dibahas kawan2 semua di grub ini setiap hari.

Macapat, Bagaimana Keindahan Musik Jawa Bersatu dengan Lirikalitas yang Penuh Makna
Oleh Kurnia Yaumil Fajar - Taken at CME-Fest held in Taman Budaya Yogyakarta, Indonesia 26-28 April 2019., CC BY-SA 4.0, Pranala

Saya adalah orang Jawa, lahir dan besar di sebuah kota bernama Wonogiri tapi sempat tinggal singgah sebentar di Surakarta.

Izinkanlah saya untuk memperkenalkan kepada kawan kawan semua suatu karya musik yang amat indah ini yang biasa disajikan dengan diiringi karawitan.

Saya sendiri bukanlah seorang yang expert atau menguasai seluk beluk musik karawitan Jawa ataupun pro player dari sebuah instrumen karawitan, saya hanyalah penikmat musik biasa yang senantiasa mengagumi setiap detik durasi musik tradisional yang indah ini, jadi mohon maaf kalau apa yang saya sampaikan di postingan ini ada banyak kekeliruan atau kekurangan.

Nah kawan2 yang sekiranya lebih paham tentang macapat atau karawitan bisa banget nih nambahin informasi yang kurang atau meluruskan informasi yang sekiranya keliru dari apa yang saya sampaikan ini.

Macapat merupakan suatu tembang yang memiliki pakem atau aturan khusus dalam penulisan liriknya seperti guru gatra, guru lagu dan guru wilangan. Sehingga tembang macapat itu memiliki pattern tetap dan ciri khas unik di lagu nya.

Dari formula2 pakem tersebut, kita bisa membuat sendiri tembang macapat sehingga tidak terbatas pada lirik tertentu, karena pada dasarnya, menulis tembang macapat itu seperti menulis puisi, bedanya puisi tersebut itu dibacakan dengan cara ditembangkan atau dinyanyikan.

Oh iya, masing2 tembang macapat memiliki formula guru gatra, guru lagu dan guru wilangan yang berbeda beda. Nanti akan saya bahas.

Lalu apa itu guru gatra, guru lagu dan guru wilangan?

Oke, mari saya jelaskan.

Guru gatra adalah banyaknya jumlah baris yang ada pada satu bait.

Guru lagu itu merupakan persamaan bunyi sajak pada akhir kata pada setiap baris atau gatra. Kalau kita mengenal puisi pantun, biasa disebut dengan rima. Dan biasanya itu memang bunyi suara menurut huruf vokal nya (a, i, u, e, o) yang dalam bahasa Jawa disebut dong ding e swara.

Nah sedangkan guru wilangan adalah jumlah suku kata atau biasa disebut dengan wanda yang ada pada setiap bait atau gatra nya.

Masih bingung, mari kita bedah salah satu tembang macapat buat kita analisis. Saya mengambil contoh tembang Pucung karena tembang ini memiliki gatra terpendek diantara sebelas tembang macapat sehingga lebih mudah kita bedah.

"Ngelmu iku kelakone kanthi laku,
lekase lawan kas,
tegese kas nyantosani,
setya budya pengkesing dur angkara."

Dari lirik tembang Pucung tersebut, dapat dilihat ada empat gatra atau baris di satu bait nya. Jadi guru gatra nya adalah empat.

Lalu kita mulai pada:

  1. Baris pertama, jumlah suku kata nya ada 12 dengan rima huruf vokal u.
  2. Baris kedua, jumlah suku kata ada 6 dengan rima huruf vokal a.
  3. Baris ketiga, jumlah suku kata ada 8 dengan rima huruf vokal i.
  4. Baris keempat, jumlah suku kata ada 12 dengan rima huruf vokal a.

Jadi dapat disimpulkan bahwa formula tembang Pucung tersebut adalah:
Guru Gatra: 4
Guru Wilangan: 12-6-8-12
Guru lagu: u-a-i-a


Human Journey from Birth, Life and Death

Sebelas tembang macapat ini, ternyata bukan sekedar karya seni biasa. Ada makna tersendiri di setiap tembang macapat yang mana jika kita urutkan, akan membentuk pola perjalanan hidup manusia, dari lahir, mengalami fase kehidupan, pahit manis kehidupan hingga datangnya ajal di detik detik terakhir seorang insan di muka bumi ini.

Seolah memberi kita peringatan dan petuah petuah luhur untuk kita yang saat ini sedang menjalani manis pahitnya hidup di alam dunia saat ini.

Nah seperti yang saya janjikan diawal, saya akan membahas satu per satu dari sebelas tembang macapat ini berikut formula2 khusus seperti guru gatra, guru lagu dan guru wilangan di setiap tembangnya.

Akan saya urutkan berdasarkan urutan yang mana jika diselami maknanya itu, seperti yang saya jelaskan di atas, akan membentuk pola perjalanan lahir, hidup dan matinya insan manusia di muka bumi ini.

  1. Tembang Maskumambang ― The Fetus
    Tembang maskumambang adalah salah satu jenis tembang macapat yang memiliki makna tentang perjalanan hidup manusia yang masih berwujud janin dalam kandungan ibunya. Tembang ini menunjukan belum adanya jati diri yang menunjukan akan terlahir sebagai seorang perempuan atau laki-laki.

    Tembang Maskumambang berasal dari kata mas yang berarti emas, sesuatu yang sangat berharga yakni seorang anak yang berharga untuk orang tuanya dan kata kumambang yang artinya mambang atau mengambang.

    Yang dimaksud kumambang adalah kehidupan sang anak yang masih sangat bergantung pada ibunya di dalam Rahim dengan hidup didalamnya selama 9 bulan lamanya.

    Watak dan sifat rasa atau karakter dari tembang maskumambang adalah kesedihan, belas kasihan atau welas asih, dan kesusahan. Biasanya tembang ini digunakan untuk lagu yang bersisi tentang suasana duka dengan aturan tembang macapat nya 12i – 6a – 8i – 8o.
  2. Tembang Mijil ― Born
    Tembang Mijil memiliki makan filosofi yang melambangkan bentuk dari benih atau biji yang kemudian berhasil terlahir ke dunia. Tembang macapat Mijil menjadi lambang permulaan dari kisah perjalanan hidup seseorang di dunia. Seseorang tersebut terlahir dengan sangat suci dan lemah sehingga masih memerlukan perlindungan. Tembang Macapat Mijil juga dapat bermakna keluar yang berhubungan dengan kata wijil yang memiliki makna lawang atau pintu. Lawang juga dapat berarti  nama jenis tumbuhan yang memiliki aroma wangi.

    Watak dan sifat rasa tembang mijil adalah mencerminkan keterbukaan seseorang yang tepat untuk memberikan nasehat, cerita, dan perihal asmara. Tembang Mijil memiliki struktur atau aturan kaidah 10i – 6o – 10e – 10i – 6i – 6o.
  3. Tembang Sinom ― Youth
    Tembang macapat sinom menggambarkan pucuk atau  yang baru tumbuh kemudian bersemi. Filosofi tembang macapat sinom ini adalah bermakna seorang remaja yang mulai tumbuh beranjak dewasa. Seorang remaja biasanya sedang mencari jati dirinya dan bertanya tentang dirinya sendiri, kemudian berusaha menemukan sosok panutan untuk dirinya.

    Tugas seorang remaja adalah menuntut ilmu dengan sebaik mungkin demi bekal kelak di masa depan. Sinom juga memiliki keterkaitan dengan kata sinoman yang berarti perkumpulan para pemuda untuk membantu orang yang sedang punya hajat. Sinom ini kemudian berkaitan dengan upacara anak anak pada zaman dahulu dan juga bisa merujuk pada daun dari pohon yang masih muda.  

    Tembang sinom memiliki struktur atau aturan yang bercirikan memiliki 9 baris dengan setiap baitnya berguru lagu a, i, a, i, i, u, a, i dan a dan berguru wilangannya terdiri 8, 8, 8, 8, 7, 8, 7 dan 8.
  4. Tembang Kinanthi ― Guided
    Tembang macapat Kinanthi berasal dari kata kanthi yang artinya menuntun yang memiliki filosofi kehidupan yakni hidup dari seorang anak yang memerlukan tuntunan. Ia butuh pegangan dari orang lain agar bisa berjalan dengan baik dalam kehidupan ini. Yakni memahami berbagai macam adat maupun norma yang berlaku dan dijunjung tinggi dalam lingkungan masyarakat dimana ia tumbuh.

    Tembang Kinanthi memiliki watak yang menggambarkan perasaan bahagia , perilaku teladan yang baik, nasehat atau petuah-petuah, dan kasih sayang. Struktur atau aturan kaidah tembang Kinanthi adalah 8u, 8i, 8a, 8i, 8a dan 8i.
  5. Tembang Asmaradana ― Fire of Love
    Tembang Asmaradana berasal dari kata asmara yang artinya cinta kasih sehingga tembang ini memiliki makna yang mengisahkan gejolak asmara seseorang. Dalam kehidupan manusia memiliki perasaan dan emosi yang bisa dimabuk cinta dan tenggelam dalam lautan kasih. Perasaan cinta yang dimaksud tidak hanya kepada manusia saja, namun juga kepada sang pencipta dan alam semesta.

    Watak atau karakter tembang Asmaradana adalah menggambarkan asmara, cinta kasih, dan rasa pilu atau kesedihan.

    Tembang ini biasanya digunakan untuk mengungkapkan perasaan cinta, baik kebahagiaan sebagai pengharapan atau kesedihan karena patah hati. Struktur atau aturan kaidah tembang asmaradana adalah 8i – 8a – 8e – 7a – 8a – 8u – 8a.
  6. Gambuh ― Match
    Tembang gambuh adalah tembang macapat yang berarti menghubungkan atau menyambungkan. Tembang gambuh memiliki makna untuk menyambungkan dan menjelaskan kisah hidup seseorang yang sudah mulai menemukan pujaan hatinya. Hubungan tersebut kemudian mampu dipertemukan keduanya untuk melangsungkan pernikahan dan akhirnya bisa menjalani hidup bersama sampai akhir hayat.

    Tembang Gambuh memiliki  sifat rasa yang biasa dipakai untuk suasana yang esti atau tanpa keraguan, maksudnya adalah kesiapan dan keberanian untuk maju ke medan yang sebenarnya.

    Selain itu watak atau karakter tembang Gambuh adalah berhubungan dengan persahabatan dan keramahan yang menjelaskan kisah kehidupan manusia. Tembang gambuh memiliki struktur atau aturan kaidah 7u – 10u – 12i – 8u – 8o.
  7. Tembang Dhandhanggula ― Joy of Life
    Tembang Dhandhanggula berasal dari kata gegadhangan yang berarti cita-cita atau harapan. Kata gula bermakna manis, indah dan menyenangkan. Tembang ini memiliki makna sepasang kekasih yang memperoleh kebahagiaan setelah melewati suka duka bersama-sama untuk kemudian meraih cita-cita.

    Karakter atau watak tembang Dhandhanggula adalah gembira, luwes, dan indah sehingga cocok untuk menunjukan kebaikan, rasa cinta, dan kebahagiaan. Struktur atau kaidah tembang ini adalah 10i – 10a – 8e – 7u – 9i – 7a – 6u – 8a – 12i – 7a.  
  8. Tembang Durma ― To Give
    Berasal dari kata derma yang artinya suka memberi dan berbagi rezeki, tembang durma memiliki makna mundurnya tata krama atau etika seseorang dalam kehidupan. Tembang ini menggambarkan kisah manusia yang telah memperoleh kenikmatan dari tuhan dan berada dalam kondisi kecukupan yang seharusnya bersyukur dan berbagai.

    Tembang Durma memiliki watak yang keras, tegas, dan penuh dengan gejolak amarah. Itulah sebabnya tembang ini tergambar semangat perang dan pemberontakan. Struktur atau aturan kaidah ttembang durma adalah 12a – 7i – 6a – 7a – 8i – 5a – 7i.
  9. Tembang Pangkur ― Withdraw
    Berasal dari kata mungkur yang berarti pergi dan meninggalkan, tembang pangkur memiliki makna sebagai proses mengurangi hawa nafsu dan mundur dari urusan duniawi. Tembang ini mengisahkan tentang manusia yang memasuki usia senja dan saatnya untuk introspeksi diri dari masa lalu dan kepribadianya kepada Tuhan. Karakter tembang pangkur adalah kuat, perkasa, gagah, berhati besar. Tembang ini memiliki aturan kaidah 8a – 11i – 8u – 7a – 8i – 5a – 7i.
  10. Tembang Megatruh ― Dying to Die
    Berasal dari kata megat roh yang artinya putusnya roh atau terlepas dari roh, tembang megatruh memiliki makna perjalanan manusia yang telah selesai di kehidupan dunia. Tembang ini menggambarkan kondisi manusia yang akan menghadapi sakaratul maut. Watak tembang megatruh adalah penyesalan, kesedihan, dan kedudukan dengan aturan kaidah 12u – 8i – 8u – 8i – 8o.
  11. Tembang Pocung ― Death
    Daftar tembang macapat yang terakhir adalah tembang Pocung yang berasa dari kata pocong yang bermakna seseorang yang sudah tidak bernyawa atau meninggal yang kemudian dikafani atau dipocong sebelum dikuburkan.

    Tembang ini menggambarkan bahwa setiap yang bernyawa akan kehilangan nyawanya dan menjeput ajalnya kepada kematian. Meskipun bermakna kematian namun tembang Pocung memiliki watak yang jenaka atau lucu yang digunakan untuk menceritakan hal lelucon sebagai nasihat. Struktur atau aturan kaidah tembang ini adalah 12u – 6a – 8i – 12a.

SEJARAH TEMBANG MACAPAT

Kemunculan tembang macapat memiliki catatan sejarah, meskipun belum ada penemuan yang pasti terkait munculnya tembang macapat pertama kali. Itulah sebabnya banyak versi dari sejarah tembang macapat seperti berikut ini:

  1. Pendapat Peugeud
    Kemunculan tembang macapat menurut Pegeud  adalah pada akhir masa kerajaan Majapahit dan sejak adanya pengaruh dari pada walisongo. Pendapat Peugeud hanya merujuk pada kemunculan tembang macapat di Jawa Tengah saja karena sejarah tembang macapat di Jawa Timur dan Bali diperkirakan sudah ada sebelum kedatangan Islam.

    Hal tersebut dapat terlihat dari teks berjudul Kidung Ranggalawe dari Bali dan Jawa Timur yang selesai ditulis sekitar tahun 1334 masehi. Karya tersebut dikenal dari versi yang paling mutakhir dari Bali
  2. Pendapat Purbatjaraka Dan Karseno Saputra
    Poerbatjaraka berpendapat bahwa tembang macapat pertama kali muncul bersama dengan syair Jawa Tengahan. Pendapat tersebut kemudian diperkuat oleh Karseno Saputra yang mengatakan demikian:

    “Pola metrum yang digunakan tembang macapat sama dengan pola metrum tembang tengahan. Apabila tembang macapat tumbuh berkembang bersamaan dengan tembang tengahan, maka dapat diperkirakan bahwa tembang macapat telah lahir dikalangan Masyarakat penikmat karya sastra, setidak-tidaknya tahun 1541 masehi”

    Perkiraan tersebut berdasarkan tahun yang ada di Kidung Subrata dan Rasa Dadi Jalma, yakni 1643 atau 1541 masehi. Pada tahun tersebut telah hidup dan berkembang puisi berbahasa jawa kuno, jawa tengahan, dan jawa baru seperti kakawin, kidung, dan tembang macapat tersebut.
  3. Pendapat Zoetmulder
    Zoetmulder berpendapat bahwa tembang macapat mulai muncul sesuai dengan perkiraan tahun yang ada pada Kidung Subrata di atas. Yakni muncul sekitar kurang lebih abad XVII dimana ada tiga bahasa jawa yang digunakan pada saat itu, yaitu jawa kuno, jawa tengahan, dan jawa baru.
  4. Tedjohadi Sumarto
    Menurut Tedjo Hadi Sumarmo (1958) dalam Mbombong manah menunjukan bahwa tembang macapat mencakup 11 matrum yang diciptakan oleh Prabu Dewa Wisesa (Pramu dari Banjarmasin)) di Segaluh 1191 tahun Jawa atau tahun 1279 masehi.
  5. Laginem
    Merujuk pada Leginem (1996), tembang macapat tidak hanya ditulis oleh satu orang, melainkan oleh beberapa wali dan bangsawan sebagai berikut:

    Sunan Giri Kedaton
    Sunan Giri Prapen
    Sunan Bonang
    Sunan Gunung Jati
    Sunan Mayapada
    Sunan Kali Jaga
    Sunan Drajat
    Sunan Kudus
    Sunan Geseng
    Sunan Bejagung
    Sultan Pajang
    Sultan Adi Eru Cakra
    Adipati Nata Praja

Entah dari pandapat siapapun itu, yang jelas siapapun yang menulis tembang macapat telah berjasa mengagungkan seni musik ini dan tidak hanya sekedar seni musik yang asal gedebras gedebrus saja, tetapi ada pitutur luhur yang menyertai setiap lirik dari syair2 syahdu yang menjadi pengingat, bahwa kita manusia ada di alam dunia ini, tak lain dan tak bukan hanyalah untuk beribadah kepada Sang Maha Kuasa dan tetap berbuat baik kepada masyarakat.


"Bang, ente ngejelasin ini itu soal tembang macapat, tapi ane penasaran, seperti apa sih tembang macapat itu?"

Pertanyaan bagus, jadi di postingan ini, saya sertakan juga video2 yang mengulas tuntas satu per satu tembang macapat berikut penampilan nembang nya diiringi instrumen karawitan.

Beliau di video ini merupakan orang orang dari Kawedanan Hageng Punakawan Kridhomardowo, divisi abdidalem Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat yang berkecimpung di bidang pertunjukan seni dan budaya.

Nah kawan2 bisa didengarkan penjelasan beliau2 di video ini buat yang kurang suka membaca ulasan yang saya tulis diatas karena penjelasannya juga sama dengan analisis satu per satu tembang macapat diatas.

Perbedaannya, jika tulisan yang saya tulis diatas itu saya menempatkan tembang Maskumambang di bagian paling awal, yang berarti janin, di video yang saya sertakan dibawah justru menempatkan tembang Maskumambang di bagian paling akhir, karena diartikan menurut mereka adalah mas artinya amal ibadah dan kumambang artinya mengambang, yang mana menggambarkan proses kehidupan akhirat dikala penimbangan amal baik dan buruk semasa di dunia sebagai syarat masuknya surga dan neraka.

Terakhir, saya ucapkan, selamat menikmati sajian yang saya berikan, semoga menambah wawasan kawan2 semua buat yang mau mengeksplor musik baru dan sebagai sarana mengagumi indahnya seni musik yang ada di setiap budaya di tanah Nusantara ini.


🔗 SOURCE